Setelah tumbangnya berbagai kelompok revolusioner Suriah, rezim Assad memasuki tahap akhir dari operasi kontra-revolusionernya dengan beker...
Setelah tumbangnya berbagai kelompok revolusioner Suriah, rezim Assad memasuki tahap akhir dari operasi kontra-revolusionernya dengan bekerja untuk menghancurkan sisa kelompok revolusioner yang ada di wilayah Idlib barat laut, sehingga menyebabkan evakuasi massal dari wilayah tersebut.
Menurut kantor berita Aljazeera (27/12): Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa lebih dari 235.000 orang telah melarikan diri dari wilayah Idlib selama dua minggu terakhir, di tengah serangan udara oleh pasukan Rusia dan Suriah terhadap markas besar terakhir di Suriah.
Organisasi PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan pada hari Jum’at (27/12) bahwa eksodus massal berlangsung antara 12 dan 25 Desember meninggalkan daerah Ma’arat al-Nu’man di Idlib selatan hingga “hampir kosong”. Hal itu terjadi “dengan meningkatnya kekerasan di barat laut Suriah, di mana warga sipil di Kegubernuran Idlib sekali lagi menderita konsekuensi yang menghancurkan akibat aksi-aksi permusuhan,” katanya.
Sejak pertengahan Desember, pasukan yang didukung Rusia telah melanjutkan penyerangan mereka terhadap pejuang bersenjata di Idlib selatan, meskipun ada perjanjian gencatan senjata pada Agustus. Sementara Turki, Prancis dan PBB telah dipanggil untuk menghentikan eskalasi.
Akan tetapi terjadi serangan udara yang meningkat ketika pasukan pro-Damaskus maju di darat. Dan sejak 19 Desember, mereka telah merebut puluhan kota serta desa para pejuang bersenjata, di tengah bentrokan yang menewaskan ratusan dari kedua pihak.
Perkembangan ini membuat mereka eksodus tidak kurang dari empat kilometer jauhnya dari Ma’arat al-Nu’man, salah satu pusat kota terbesar di Idlib.
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan, bahwa pertempuran yang sedang berlangsung telah menyebabkan peningkatan signifikan eksodus dari daerah tersebut, dan kota terdekat Saraqib. “Orang-orang dari Saraqib dan daerah pedesaan timurnya, sekarang melarikan diri untuk mengantisipasi pertempuran yang secara langsung berdampak terhadap komunitas mereka,” katanya. Bahkan beberapa terpaksa melarikan diri lebih dari sekali, seperti mereka yang melarikan diri ke Saraqib dan kemudian mulai bergerak ke utara.
Ribuan orang melarikan diri ke kota Afrin dan Al-Bab di provinsi utara Aleppo. Sementara puluhan keluarga dilaporkan melarikan diri ke daerah-daerah yang dikontrol pemerintah di Aleppo.
David Swanson, juru bicara Kantor Regional PBB untuk Krisis Suriah, mengatakan kepada Aljazeera dari Istanbul bahwa lebih dari 80 persen pengungsi adalah wanita dan anak-ana. “Ini menambah angka pengungsi yang kami miliki dari akhir April hingga akhir Agustus, di mana jumlah mereka lebih dari 400.000 orang terlantar”. “Jadi, apa yang kita miliki adalah krisis pengungsi, di samping krisis pengungsi yang lain,” tambahnya.
Kelompok revolusioner Suriah telah dikhianati oleh setiap kekuatan regional yang mereka andalkan, apakah itu Turki, Arab Saudi, atau Emirat. Faktanya, semua negara yang diharapkan, apakah mereka yang berada di pihak kaum revolusioner, atau mereka yang berada di pihak rezim, terutama Rusia dan Iran, telah dan sedang memainkan permainan terperinci yang dirancang oleh Amerika untuk menghancurkan revolusi sepenuhnya. Namun, dengan izin Allah, bahwa para revolusiner Suriah itu senantiasa hidup dalam benak dan hati rakyat Suriah, dan in syaa Allah revolusi ini akan bangkit kembali, dan kali ini tanpa mengandalkan para antek pengkhianat di mana mereka tunduk pada kekuatan kaum kafir penjajah (kantor berita HT, 3/1/2020).